25 Agustus 2008

Sebuah Kisah tentang Kepedulian ...

Siang itu Emak pulang dari bekerja. Tampak keletihan di wajahnya yang sudah semakin renta, tetapi ... ada senyum yang tidak pernah lepas dari bibirnya yang kering.
"Neng, emak bawain baju nich ... bagus-bagus lho" kata Emak lembut. Baju, dari mana ya? Tanyaku sekilas, biasanya Emak cuma bawa lauk buat makan siang dan malam.
"Baju? Beli di mana, Mak? Emak dapat uang banyak ya?" Balasku dengan sederet pertanyaan sambil melihat baju-baju yang Emak bawa. Lumayan bagus, buat lebaran nanti berarti aku sudah punya baju baru. Aku tersenyum lebar, Emak membalas dengan senyum juga.
"Barusan Emak mampir lapangan voli di RW sebelah, ada pasar murah. Sambil menukar kupon, Emak lihat ada baju-baju bekas yang dijual murah. Seribu sepotong, murah banget kan? Masih bagus lagi. Mana ada sekarang baju bagus seribu, Neng? Alhamdulillah, Emak masih punya sisa uang sedikit. Itung2 untuk baju lebaran kamu." Ibu bercerita sambil mulai memasak untuk makan siang kami.
"Di lapangan? Masih ramai gak, Mak? Aku ingin menonton. Boleh kan, Mak?" tanyaku dengan menggebu-gebu. Aku ingin sekali melihat ada apa aja di pasar murah. Aku sempat baca pengumuman di dinding samping warung Mpok Minah tentang pasar murah itu, tapi aku gak tertarik, pikirku paling barang-barang yang dijual masih mahal juga, apalagi buat kami yang hidup kekurangan.
"Boleh, pergi aja. Ada lomba anak-anak juga, kalo kamu mau ikut aja. Mungkin kamu bisa dapet hadiah, Neng." Jawab Emak sambil memotong-motong tempe. Asyik, aku ke sana ah, pikirku semangat. Cepat saja, aku pakai sandal jepitku terus berlari menuju lapangan RW sebelas.

Sesampainya di sana kulihat banyak orang berkerumun di lapangan, anak-anak juga banyak. Wah ramai juga ya, pikirku sambil terus melihat di sekeliling lapangan. Ada meja tempat jualan sembako murah, banyak ibu-ibu sedang memilih barang-barang untuk dibeli. Ada meja tempat menukar kupon dengan paket sembako murah. Sepertinya kemarin Bu Mimin, tetangga sebelah memberikan kupon seperti itu ke Emak. Dari Pak RT katanya. Mungkin kupon itu yang ditukar Emak tadi ya, tanyaku dalam hati. Dipojok lain, berkerumun bapak-ibu mengantre memeriksakan penyakitnya. Apa itu juga gratis, ke Puskesmas aja bayar kan?, tanyaku lagi.
"Neng, Neneng ...", seseorang memanggilku dari kejauhan. Aku mencari sumber suara, ternyata Agus temen sekelasku. Aku mendekatinya, sambil memerhatikan apa yang sedang dikerjakannya.
"Lagi ngapain, Gus? Menggambar ya?" Tanyaku pada Agus.
"Iya, aku sedang ikut lomba mewarnai kaligrafi, mo ikutan gak? Tuh, kalo mau bilang ke kakak yang di sana, nanti dikasih kertas sama krayon." Jawab Agus sambil terus mewarnai garis-garis kaligrafi. Hmmm, ikut gak ya? Aku bertanya dalam hati. Aku seneng sich menggambar tapi belum pernah menggambar kaligrafi. Tanpa sadar kakak yang dibilang Agus tadi menghampiriku.
"Adik mo ikutan lomba? Ini kalo mo, masih ada waktu kok. Ayo jangan ragu-ragu. Gratis." ,kata kakak itu lembut. Aku ambil kertas dan krayon yang disodorkannya, lalu mencari tempat kosong di bawah tenda itu untuk mulai mewarnai.

Aku bingung mewarnai kaligrafi ini dengan warna apa. Aku melihat sekeliling lapangan, ada beberapa spanduk, baliho, dan bendera yang dipasang di sana. Semuanya menggunakan corak warna senada, kuning, hitam dan putih. Bagus juga, pikirku. Sesaat kemudian aku mulai mewarnai kaligrafi yang kupegang dengan warna-warni itu. Aku buat kombinasi warna yang baguuuuus banget, setidaknya menurutku. Aku sering melihat warna-warni itu beberapa kali di sekitar kampung waktu ada pasar murah atau baksos, tetapi tidak pernah kupikirkan. Baru sekarang aku tahu, warna-warni ini adalah lambang PKS. Warna-warni yang mungkin akan kuingat terus sampai aku besar nanti ...

Tidak ada komentar: